Oleh : Joni Faldi S.Ag
Matasumbar.com – Rumah memainkan peranannya yang sangat penting dalam pendidikan umat. Ia merupakan unit instusi pertama dan merupakan lembaga pendidikan pertama bagi masyarakat di mana hubungan antar individu di dalamnya merupakan salah satu jenis hubungan antar individu yang langsung.
Di dalamnya akan terbentuk pribadi, dan di dalamnya akan terjadi pembentukan tahap pertama bagi pribadi yang siap bersosialisasi dengan lingkungannya.
Dari interaksi aktif di lembaga rumah-tangga ini pula, seseorang akan banyak memperoleh pengetahuan, kemahiran, kecenderungan, nilai-nilai, perasaan dan cara berpikirnya dalam menghadapi kehidupan.
Lembaga pendidikan dan pengajaran yang berbentuk rumah ini akan menjadi sangat positif jika dipersiapkan dengan baik, dimulai dari hadirnya seorang lelaki yang shaleh dan memahami agamanya meskipun secara garis besar.
Kemudian dilanjutkan dengan pemilihan istri Sholehah yang kelak akan mengerti tugas-tugasnya dalam mengelola rumah tangga dan anak-anak. Dari perkawinan antara laki-laki yang shaleh dengan wanita yang salehah akan terbentuk rumah tangga yang shaleh. Di dalamnya akan berlangsung tarbiyah yang baik.
Syaikh Shâlih bin Fauzân al-Fauzân hafizhahullâh menjelaskan bahwa ayah sebagai penanggung jawab terbesar dalam rumah tangga berkewajiban mendidik keluarga serta putra-putrinya untuk menaati Allâh Azza wa Jalla, berkewajiban menumbuhkembangkan semua anggota keluarganya berdasarkan asas ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla.
Dan tidak lupa untuk senantiasa mengiringinya dengan doa. Sebab, di antara doa yang dilantunkan oleh para nabi adalah doa khusus untuk kebaikan anak-anak dan keturunan.
Nabi Ibrahim, bapak para nabi, juga mendoakan anak-anak keturunannya. Beliau berdoa:
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
Ya Rabbku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Rabb kami, perkenanan doaku [Ibrâhîm/14:40]
Begitu pula Nabi Zakariyya, beliau berdoa:
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
Zakariyya berdoa, “Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa. [Ali ‘Imrân/3:38]
Pada ayat ini, Nabi Zakariyya tidak berhenti dalam doanya untuk lahirnya keturunan saja, tetapi beliau lanjutkan dengan permohonan; keturunan yang baik. Sebab, keturunan yang baik merupakan keturunan yang sesungguhnya.
Dari rumah ini akan lahir anak shaleh yang selalu mendoakan orang tua, meskipun orang tua telah meninggal dunia. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Apabila seorang manusia meninggal dunia, maka (pahala) amal perbuatannya terputus darinya, kecuali dari tiga hal ; dari sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya [HR. Muslim].
Intinya, di dalam rumah terdapat landasan-landasan pendidikan dan pengajaran Islam yang agung.
Beberapa ayat yang mengisyaratkan pentingnya tarbiyah dalam rumah tangga antara lain, firman Allâh Azza wa Jalla :
وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ
Dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. [Yâيُؤْمَرُون
Mahmud Mahdi Al-Istambuli, penulis buku Tuhfatul ‘Arûs mengatakan, “Ayat di atas mengisyaratkan bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak hanya menuliskan amal perbuatan seseorang, tetapi bahkan Allâh Azza wa Jalla juga memberikan balasan terhadap bekas-bekas dari jejak perilaku yang ditinggalkannya sesudah mati.
Jika ia meninggalkan bekas-bekas kebaikan, maka ia akan memperoleh kebaikan, dan jika meninggalkan bekas-bekas keburukan, maka ia pun akan mendapatkan keburukan.
Anak-anak adalah bekas peninggalan yang termasuk paling besar. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla pasti akan menetapkan pahala bagi kedua orang tuanya terhadap kebaikan yang mereka lakukan terhadap anak-anak, tanpa mengurangi sedikit pun kebaikan anak-anak tersebut. Tetapi, Allâh Azza wa Jalla juga akan menetapkan keburukan bagi kedua orang, jika mereka mengabaikan pendidikan anak-anak. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharaan dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaga-penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. [ At-Tahrîm/66:6].
Pemeliharaan terhadap keluarga, yaitu pemeliharaan terhadap istri dan anak-anak dari api Neraka adalah dengan cara memberikan tarbiyah (pendidikan) dan pengajaran yang benar kepada mereka.
Pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak di tengah rumah dimulai dengan mendoktrin kan kalimat lâ ilâha illa Allâh(tiada sembahan yang berhak di ibadahi kecuali Allâh) Muhammad Rasulullah, manakala sang anak sudah mulai fasih berbicara.
Hendaknya hal pertama-tama yang mengetuk pendengaran anak-anak adalah kalimat pengenalan kepada Allâh, kalimat tauhid bahwa Allâh berada di atas Arsy, selalu mengawasi tindak-tanduk mereka, mendengar perkataan mereka dan selalu menyertai mereka di manapun mereka berada. Itulah pembinaan aqidah, seperti tarbiyah dan pengajaran yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu yang kala itu masih kanak-kanak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا غُلَامُ ! إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ : اِحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ ، اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَـعِنْ بِاللهِ. وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوِاجْتَمَعَتْ عَلىَ أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ ؛ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَ إِنِ اجْتَمَعُوْا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ ؛ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ ، رُفِعَتِ الْأَقْلَامُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ». رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ ، وَقَالَ : حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيِحٌ. وَفِي رِوَايَةٍ غَيْرِ التِّرْمِذِيِّ : «اِحْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ أَمَامَكَ ، تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّ ةِ. وَاعْلَمْ أَنَّ مَاأَخْطَأَكَ ؛ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ ، وَمَا أَصَابَكَ ؛ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الكَرْبِ ، وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Wahai anak, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa patah kata. Jagalah (agama) Allâh, niscaya Allâh akan menjagamu. Jagalah (ketentuan)
Allâh, niscaya akan engkau dapati Allâh ada di hadapanmu. Jika engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan hanya kepada Allâh, dan jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Ketahuilah!. Andaikata seluruh umat berhimpun untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat bagimu, maka mereka tidak akan mampu memberikan manfaat apapun, kecuali sesuatu yang telah Allâh tetapkan untukmu.
Dan jika mereka berhimpun untuk menimpakan suatu malapetaka padamu, mereka tidak akan mampu melakukannya sedikit pun kecuali menurut sesuatu yang telah Allâh tetapkan bagimu. Pena-pena takdir telah diangkat dan lembaran-lembaran catatan takdir telah kering”. [HR. At-Tirmidzi. Hadits hasan. Lihat Shahîh Sunan at-Tirmidzi no.2516].
Di samping itu, anak-anak yang sudah berusia tujuh tahun harus mulai diperintahkan untuk shalat, ketika umur sepuluh tahun harus mulai dipisahranjangkan serta dipukul jika tidak mau melaksanakan shalat, dengan pukulan pembinaan, bukan pukulan yang menciderai. Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika berusia tujuh tahun. Dan pukullah mereka jika meninggalkan shalat ketika berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka di ranjang masing-masing. [HR. Abu Dawud. Lihat Shahîh Sunan Abi Dawud no.495].
Dan masih banyak adab-adab Islam lain yang harus diajarkan dan ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini. Sementara pendidikan dan pengajaran di rumah tidak berhenti, meskipun usia anak merambah dewasa. Karena itu, orang tua dituntut harus memahami masalah ini. Jika demikian keadaan setiap rumah tangga, niscaya akan terbentuk umat dan bangsa yang shaleh. Wallâhu a’lam.