PESSEL|Matasumbar.com – Gugatan legal standing Aliansi Jurnalis Peduli Lingkungan Hidup (AJPLH) terkait PT. Incasi Raya di Pengadilan Painan lanjut tahapan pokok perkara.
Gugatan AJPLH terkait perampasan kawasan hutan dan penanaman sawit di daerah aliran sungai (DAS) itu, tidak mendapatkan kesepakatan dalam mediasi.
Ketua Umum AJPLH, Soni.S.H.S.Md mengatakan, pihak tergugat belum memberikan jawaban yang rasional terkait gugatan diajukan AJPLH.
Ia mengatakan, PT. Incasi Raya terkesan ngawur, dan tidak dapat memberikan alasan hukum sesuai peraturan dan perundangan-undangan.
“Kuasa hukumnya, ngawur. Ngawur, bahwa objek sengketa itu hak guna usaha terhadap objek perkara. Pada hal, dari data kita itu masuk kawasan hutan,” ungkap Soni usai mediasi terakhir.
Mediasi gugatan AJPLH pada Kamis 2 Februari 2023, masuk tahap ketiga sejak AJPLH masuk ke Pengadilan Negeri Painan.
Hadir tergugat lainnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Dinas Kehutanan Provinsi dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pessel.
Sementara itu, Penasehat Hukum Incasi Raya, Mukhlis Jasad mengaku, proses mediasi dengan AJPLH sudah tahap akhir dan gagal.
Ia mengatakan, sejauh ini pihaknya belum bisa menanggapi gugatan yang diajukan AJPLH, karena belum masuk dalam pokok perkara.
“Nanti di persidangan dikomentari.
Mediasi gagal, masuk ke pokok perkara,” ujarnya saat dikonfirmasi saat itu.
Tergugat lainnya, pejabat Kementan tian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengaku, terkait gugat yang melibatkan KLHK perlu ditinjau ulang.
Hal itu dikatakan Pejabat Biro Hukum KLHK, Yudi saat menghadiri mediasi terakhir terkait gugatan yang diajukan AJPLH.
“Saya normatif saja menjawabnya, yang ini perlu ditinjau ulang kembali,” jelasnya.
Aktivis Lingkungan Gugat Incasi Raya Terkait Pengelolaan Hutan Jadi Perkebunan di Pessel
Sebelumnya, PT. Incasi Raya di Kabupaten Pessel, Sumatera Barat digugat aktivis lingkungan terkait pengelolaan hutan negara menjadi lahan perkebunan.
Mereka menilai, Incasi Raya telah melakukan pengalihan status hutan menjadi lahan perkebunan tanpa izin, dan menggarap hutan untuk memperkaya diri.
Aliansi Jurnalis Penyelamat Lingkungan Hidup (AJPLH) resmi mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Painan, Rabu 7 September 2022.
Selain, pengelolaan kawasan hutan menjadi lahan perkebunan tanpa izin, AJPLH juga menggugat Incasi Raya terkait penanaman sawit di daerah aliran sungai (DAS).
Soni mengharapkan, PN Painan bisa menerima gugatan tersebut dan mengabulkan objek perkara sebagai bahan gugatan dan menghukum tergugat sesuai aturan berlaku.
“Ini sudah berlangsung sejak 2006/2007 lalu. Kami berharap gugatan ini diproses dan diputuskan sesuai peraturan dan perundang-undangan,” ungkap Soni usai memasukan gugatan di PN Painan.
Ia mengatakan, luas lahan hutan yang dikelola Incasi Raya menjadi lahan perkebunan mencapai ribuan hektar dan kini telah menghasilkan.
“Itu data yang kami miliki. Incasi harus bertanggung jawab. Karena ini demi kelangsungan alam,” ujarnya.
Pokok Gugatan Yang Telah Disampaikan AJPLH itu sebagai berikut :
1. Bahwa TERGUGAT telah melakukan alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan tanpa adanya izin dari Kementerian Kehutanan Pusat di Jakarta di Nagari Muara Sakai Inderapura Kecamatan Pancung Soal.
2. Bahwa TERGUGAT telah melakukan penanaman sawit di daerah aliran sungai (DAS) sepanjang sungai batang sindang Sepanjang + 200 Mtr, sungai muara air ruba sepanjang + 7 Km, sungai muara sakai sepanjang ± 1 Km.
3. Bahwa perbuatan TERGUGAT bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan PP No.38 Tahun 2011 serta Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tentang Sempadan Sungai harus ada Bufferzone-nya atau Penyangganya yaitu 100 meter untuk sungai besar dan 50 meter untuk sungai kecil jarak yang boleh ditanami sawit.
4. Bahwa TERGUGAT telah mengolah/mengerjakan dan tau merubah fungsi lahan tanpa memperhatikan keadaan alam dan lingkungan sekitar dan merusak ekosistem yang dilakukan diduga tanpa melalui prosedur dan telah mengabaikan Ketentuan Undang-undang Nomor : 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Jo Undang-undang Nomor: 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja Pasal 21 dan 22
5. Bahwa TERGUGAT telah mengolah mengerjakan dan mengalih fungsi kawasan hutan lindung tanpa izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat dan telah mengabaikan Ketentuan Undang-undang Nomor: 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-undang No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Jo Undang-undang Nomor :18 Tahun 201 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan Perubahan dalam UU Cipta No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja pasal 177 dan pasal 178: Setiap pemegang Perizinan Berusaha yang dalam Melaksanakan kegiatan nya/usahanya menimbulkan dampak kerusakan pada lingkungan hidup,selain dikenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 ayat (5), pemegang perizinan usaha wajib memulihkan kerusakan lingkungan akibat dari kegiatan/usahanya.
Turut Tergugat
1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
2. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat.
3. Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat.
4. Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat.
5. Kanwil Badan Pertanahan Nasional
Provinsi Sumatera Barat.
6. Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan c/q Bupati Pesisir Selatan.
7. Kerapatan Adat Nagari (KAN) Indrapura.
Pewarta : Topit Marliandi