PADANG, matasumber.com – Pemegang saham Bank Nagari pada tanggal 30 November 2019 membuat sebuah keputusan besar mengenai keberlanjutan bisnis Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat.
Pemegang saham seri A yang terdiri dari Pemprov Sumatera Barat (Pemegang Saham Pengendali) dan Pemerintah Kabupaten/Kota Se Sumatera Barat menyepakati perubahan/konversi Bank Nagari dari Bank Umum Konvensional menjadi Bank Syariah, langkah Bank Nagari ini mengikuti jejak BPD lainnya yaitu Bank Aceh dan Bank NTB.
Konversi dari Bank Umum Konvensional menjadi Bank Syariah tentu akan menjadi sebuah tantangan baru bagi keberlangsungan bisnis Bank Nagari kedepannya, Menurut Eko Supriyanto (Info Bank, 2018) potensi berkembangnya perbankan syariah di Indonesia relatif besar. Penduduk yang beragama Islam di Indonesia adalah mayoritas dengan dukungan kebijakan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa bunga bank riba.
Namun ada beberapa hal juga yang harus diingat antara lain perkembangan perbankan syariah tidak fantastis dari sisi kualitas pertumbuhannya, Lebih lanjut juga dijelaskan Indonesia hanya mampu berada di urutan kesembilan dari 10 negara Islam lainnya, dari sisi aset industri jasa keuangan syariah.
Ada kelemahan yang memicu perbankan syariah Indonesia lambat berkembang. Perbankan syariah saat ini hanya memfokuskan pada fungsi sebagai bank komersial biasa, tidak memaksimalkan fungsi sebagai bank investasi.
Lebih lanjut Eko Supriyanto (Info Bank, 2018) menjelaskan penetrasi pasar perbankan syariah memang sudah sedikit membesar, namun belum menujukan perbaikan kualitas, Menurut catatan Biro Riset Infobank (birI), kinerja perbankan syariah tak kunjung membaik sejak 2012.
Kejatuhan harga komoditas juga mempengaruhi menyebabkan perbankan syariah harus bergelut dengan pembiayaan bermasalah, return on asset (ROA) perbankan syariah yang terus menurun.
Pada 2012 ROA perbankan syariah masih bertengger di 2,14%, setahun berikutnya menurun dan terus menurun hingga puncaknya terjadi pada 2014 dengan ROA 0,79%. berdasarkan data statistik perbankan syariah pada 2017 ROA perbankan syariah sebesar 1,17%, 2018 ROA sebesar 1,37%, tahun 2019 ROA sebesar 1,67%.
ROA Bank Syariah di Indonesia secara umum masih berada dibawah Bank Umum Konvensional yang berada pada kisaran angka 2,5%. Data ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan bisnis syariah kedepannya.
Selain data dan fenomena tersebut, ada beberapa hal yang juga harus menjadi perhatian bersama dalam konversi Bank Nagari ini yaitu perubahan kultur/mindset karyawan yang harus diantisipasi oleh manajemen terhadap sumber daya manusia yang ada di Bank Nagari, bagaimanapun kesiapan SDM tentu saja menjadi kunci kesuksesan konversi Bank Nagari.
Kesiapan SDM Bank Nagari akan berpengaruh terhadap service level yang akan diberikan kepada nasabah, Bank Nagari Syariah harus dikelola dengan tata kelola yang baik dengan service level yang sama dengan bank konvensional.
Aspek governance kedepan juga menjadi perhatian, karena permasalahan yang terjadi pada dunia keuangan dan perbankan termasuk bank syariah, saat ini lebih banyak karena masalah tata kelola (governance). Kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan untuk tidak menutup dengan masalah tata kelola di bank-bank, termasuk di bank syariah, serta mampu menutupi celah buruknya tatakelola dalam dunia perbankan.
Masalah tata kelola di bank syariah yang menyebabkan bank-bank syariah jatuh di lumpur pembiayaan bermasalah. Pengawasan yang profesional dan intensif menjadi kata kunci dalam pengawasan perbankan syariah.
Menurut penulis, Manajemen dan kepemimpinan yang mengerti roh bisnis perbankan syariah ini tentu saja berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan Bank Nagari Syariah ini, Karena perubahan/konversi/spinoff dari Bank Umum Konvensional menjadi Bank Syariah bukan hanya sekedar menambah merk syariah saja dari produk layanan perbankan yang telah diberikan selama ini. Karena Pemegang saham dalam RUPSLB 30 November memberikan jangka waktu dua tahun untuk konversi menjadi Bank Syariah.
Dua tahun bukan waktu yang lama untuk mempersiapkan konversi ini, tentu saja dibutuhkan konsolidasi secara internal dan eksternal untuk menyolidkan kekuatan menghadapi konversi ini, secara eksternal tentu saja harus ada pengajuan kepada DPRD Sumbar untuk dibuatkan produk hukumnya berupa Peraturan Daerah sebagai dasar hukum pelaksanaan konversi Bank Nagari.
Apakah Bank Nagari mempunyai Manajemen/Kepemimpinan yang benar-benar mengerti model bisnis syariah? Tentu jawaban ini bisa dijawab oleh OJK dalam fit proper test yang sedang berproses saat ini, kita berharap OJK benar-benar menaruh perhatian khusus dalam seleksi direksi ini dengan memperhatikan aspek profesionalitas, kompetensi serta kapasitas calon Direksi dalam penguasaan perbankan syariah.
OJK juga harus mempertimbangkan level kompetensi calon Direksi Bank Nagari dalam level sertifikasi management syariah, karena bisnis Bank Nagari kedepan adalah Bank Syariah bukan Bank Umum Konvensional. Jikalau tidak ada calon direksi yang tidak mempunyai sertifikat management syariah yang disyaratkan pada level tertentu, OJK dapat meminta pemegang saham untuk mengusulkan ulang nama calon direksi.(dikutip dari Sumbartoday.co.id)
Indrawan Ketua LSM Komunitas Anak Daerah (LSM KOAD) mengapresiasi rencana Bank Nagari menjadi Bank Syariah, namun sepertinya sikap Bank Nagari jangan bertolak belakang dengan kebijakan.
“Seharusnya Bank Nagari mempersiapkan pimpinan yang memiliki Intergritas serta kapasitas yang memadai sebagai pimpinan Bank Syariah, kok malah justru membuang orang yang memiliki kompetensi sebagai pimpinan Syariah “, kata Indrawan.
Menaggapi kisruh yang terjadi di Bank Nagari akhir-akhir ini, Ir.Afrizal Djunit sebagai ketua DPW PEKAT-IB Sumbar telah berkirim surat ke Gubernur Sumbar dan DPRD serta OJK prihal indikasi kecurangan yang dilakukan dengan melanggar peraturan pemerintah dalam penetapan Direksi Bank Nagari,
”Kami telah melakukan investigasi, kesimpulan semetara, kami DPW PEKAT-IB meminta Direksi Banak Nagari di panggil untuk melakukan PDP dengan DPRD Sumbar.yang menjadi suatu keanehan yang terjadi di Bank Nagari adalah kok malah orang yang memiliki kompetensi justru dibuang?. kami meminta seluruh pemegang saham untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Bank Nagari 10 tahun terakhir. jangan mau dibodohi, kita sebagai masyarakat juga memiliki hak untuk mengetahu data sebenarnya “, kata Afrizal.
Lanjutkan Afrizal Djunit, Proses yang dilakukan oleh Bank Nagari Tidak saja melanggar PP No. 54 Tahun 2017, proses seleksi tersebut juga mengangkangi Permendagri No 37 Tahun 2018 yang mengantur tentang pengangkatan, pemberhentian anggota dewan pengawas atau anggota komisaris dan anggota direksi BUMD. Hebatnya pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bulan April 2019 lalu, diputuskan Komisaris diberi kewenangan untuk melakukan asesmen ” ,tegas Arizal Djunit.
“Kami meminta agar OJK segera mengawasi dengan benar, jangan gara-gara urusan kecil kepentingan besar dikorbankan, kami sudah surati Irwan Prayitno sebanyak dua kali, kami sudah mencium gelagat yang kurang baik dari orang orang yang berani mengabaikan aturan diatas, jika tidak dihentikan saya yakin Bank Nagari akan tinggal kenangan, Bank ini akan ambruk “, jelas Afrizal Djunit.(Red)