Payakumbuh|Matasumbar.com – Pelanggan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) di Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, mengeluhkan buruknya sistem pelayanan kantor ULP PLN Rayon Payakumbuh, yang dinilai semena-mena terhadap pelanggan yang mengalami telat bayar.
Hal tersebut dialami langsung oleh seorang pelanggan PLN bernama, Jasman Nazar, warga RT 02/RW 02, Kelurahan Padang datar Tanah mati, Kecamatan Payakumbuh Barat. Ia menyebut sudah menjadi korban diskriminatif pihak PLN atas penggunaan tenaga listrik untuk rumah huniannya.
“Saya baru tahu sambungan listrik di rumah saya diputus secara sepihak oleh petugas PLN. Petugas datang ke rumah ketika kami sedang tidak berada di rumah. Tanpa ada surat pemberitahuan (pemutusan-red) sebelumnya,” keluh Jasman kepada wartawan di Payakumbuh, Jumat 2 September 2022.
Padahal, tambah Jasman, dirinya sudah melakukan pembayaran tagihan atas rekening listrik di rumah huniannya itu Selasa (30/8) siang. Dia mengakui, memang terlambat membayar tagihan penggunaan listrik, tapi hanya beberapa hari dari tenggat waktu yang ditentukan PLN.
Akibat pemutusan sepihak itu, Jasman yang tinggal di rumah tersebut bersama ibunya, merasa sangat dirugikan karena tidak bisa lagi menggunakan listrik untuk rumah hunian.
Praktisi hukum tersebut mengaku awalnya mendapat pemberitahuan via telpon agar segera melakukan pembayaran tagihan listrik Prabayar rumah huniannya, atas nama pelanggan Nazaruddin Abbas dengan
ID Pel: 132300150571.
Namun, karena ada kesibukan kerja dan kendala lain dalam melakukan pembayaran, Jasman menyebut baru bisa membayar tagihan dimaksud beberapa hari setelah tanggal 20 Agustus.
“Saya sebelum membayar via m-banking, juga sudah konfirmasi ke salah satu petugas PLN akan melakukan pembayaran. Tapi, tidak tahunya, saat sampai rumah pada Rabu siang, MCB pada kWh listrik di rumah saya sudah dicopot,” ungkapnya.
Mendapati aliran listrik di rumah dalam kondisi padam, Jasman kemudian menghubungi Call Center PLN ke nomor 123 untuk menanyakan pemutusan sambungan. Tak lama, petugas pelayanan PLN memastikan akan mengecek serta menindaklanjuti pengaduan.
“Saya kemudian ditelepon oleh seorang operator pelayanan di kantor ULP PLN Rayon Payakumbuh bernama Nurul. Operator itu menyebut jika sambungan listrik ke rumah saya bisa dipasang kembali, dengan syarat harus migrasi dari kWh meter Pasca Bayar ke Prabayar,” ulasnya.
Tidak puas dengan kebijakan sepihak itu, Jasman lalu mendatangi kantor ULP PT PLN (Persero) Rayon Payakumbuh yang berlokasi di Jalan Prof M Yamin. Disana, Jasman meminta bertemu dengan Manager ULP PLN Payakumbuh, Yulius Ferianto.
Dia meminta alasan pemutusan sepihak serta dasar hukum atas kewajiban migrasi dari kWh meter Pasca Bayar ke Prabayar yang dilakukan pihak PLN. “Sebagai konsumen yang taat hukum dan merasa dirugikan, saya sudah beritikat baik, tapi apa yang saya tanyakan, tidak bisa dijelaskan oleh PLN,” tambah Jasman.
Jasman mengaku kecewa atas perlakuan PLN terhadap dirinya selaku konsumen. Dia menyebut, PT PLN sudah melakukan diskriminatif terhadap pelanggan, sesuai prosedur dan mekanisme yang diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.
Menurut hemat Jasman, ada prosedur untuk melakukan pemutusan sambungan listrik konsumen, yakni diatur dalam Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2017 tentang tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Biaya yang Terkait dengan Penyaluran Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero).
Pertama, pelanggan yang menunggak pembayaran selama 30 hari maka PLN berhak melakukan pemutusan aliran listrik secara sementara terhadap pelanggan bersangkutan.
“Kemudian, Apabila dalam 60 hari sejak pemutusan sementara pelanggan bersangkutan belum juga melakukan pembayaran tagihan listrik beserta dendanya, PLN baru berhak melakukan pembongkaran instalasi sambungan listrik. Itu pun dengan memberi surat pemberitahuan terlebih dahulu,” urainya.
Terkait kewajiban migrasi dari kWh meter Pascabayar ke Pra Bayar tanpa persetujuan konsumen, Jasman juga mendapat jawaban yang terkesan mengada-ngada dari manager ULP PLN Rayon Payakumbuh.
“Katanya, dasarnya itu Surat Perintah GM PLN Sumbar serta Surat Edaran Walikota Payakumbuh. Saya jelas kecewa dengan pelayanan buruk dari ULP PLN Area Payakumbuh. Bayangkan, orang yang mengerti hukum saja dibuat seperti ini, apalagi masyarakat yang buta hukum,” ujarnya.
Adapun Manager ULP PT PLN (Persero) Rayon Payakumbuh, Yulius Ferianto, ketika dikonfirmasi mengaku membenarkan telah mengambil kebijakan sepihak atas pemutusan sambungan listrik ke rumah pelanggan yang mengalami keterlambatan pembayaran sesuai tenggat waktu yang ditentukan oleh PLN.
“Itu sudah sesuai dengan aturan yang ada. Ada itu aturannya, karena pemutusan sudah jadi kewenangan PLN, kalau telat bayar lewat dari tanggal 20,” sebut Yulius Yulianto.
Ditanya terkait kebijakan PLN perihal pemberlakuan kewajiban migrasi dari sistem Pascabayar ke Pra Bayar bagi pelanggan PLN yang telat bayar, Yulius juga menyebut memiliki dasar aturan untuk mengambil keputusan secara sepihak.
“Ada, kami menjalankan tugas berdasarkan Surat Perintah dari JM PLN Sumatera Barat, No. 0059 tanggal 28 Februari, tentang Kewajiban Migrasi penggantian tarif dari Pascabayar ke Pra Bayar. Juga ada di jurnalnya. Bahkan juga ada Surat Edaran Walikota Payakumbuh soal ini,” terangnya.
Ketika diminta menunjukkan surat perintah GM PLN Sumbar dimaksud, Yulius mengaku tidak bisa memperlihatkan isi surat karena bersifat penting. Ia menyebut, jika ingin konsultasi soal itu, bisa menghubungi biro hukum PT PLN (Persero) Sumbar.
Yulius yang sebelumnya menjabat Manager ULP di PLN Area Baso Bukittinggi menjelaskan, saat ini PLN sedang melakukan program kewajiban migrasi dari Pascabayar ke Prabayar.
“Seperti di wilayah Baso itu tahun kemarin saya sudah berhasil memberlakukan kebijakan itu ke 20.000 pelanggan, dimigrasi dari Pascabayar ke Prabayar. Ini kebijakan PT PLN untuk menggenjot pendapatan negara,” jawabnya.
Menanggapi jawaban Manager ULP PLN Rayon Payakumbuh, Yulius Ferianto, Jasman menyebut seharusnya ada langkah kebijakan yang lebih baik diambil oleh PLN demi tetap mengutamakan kepentingan konsumen. Seperti dirinya selaku pembeli tenaga listrik yang sudah beritikad baik.
Karena, menurutnya, jual beli konvensional saja dilindungi pembeli beritikad baik wajib dilindungi oleh hukum, apalagi dalam jual beli listrik.
“Jadi perbuatan diskriminatif seperti ini jangan lah dilakukan kepada konsumen,” harapnya.
“Sepengetahuan saya, tidak ada aturan yang jelas tentang pelanggan wajib melakukan migrasi dari Pascabayar menjadi Pra Bayar. Sifatnya kan sukarela atas permohonan pelanggan, kalau pelanggan tidak bersedia. Ngapain harus dipaksa diganti ke kWh Pra Bayar. Ketika saya tanya dasar hukum tentang hal tersebut, Pak Manager tersebut tidak mampu menjawab,” sesal Jasman.(*)
Pewarta : Ady Parker
Editor : Heri Suprianto