PESSEL|Matasumbar.com – Pengelola SPBU Taratak, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat terkesan abaikan aturan pemerintah dalam penyaluran BBM Subsidi.
Selain melayani pembeli dengan kendaraan, pihak SPBU Taratak juga mengutamakan pembelian jerigen tanpa didukung surat rekomendasi penggunaannya.
Dari pantauan awak media di lokasi, Minggu 04/12/2022, petugas SPBU terkesan abaikan aturan, bahkan terang-teramgan menjual BBM subsidi menggunakan jeringen tanpa rekomendasi.
Kejadian seperti ini terkesan sudah terbiasa dilakukan pihak SPBU,Bahkan parahnya, setiap pembeli pakai jerigen di pungut uang Rp.5 ribu untuk satu jerigen.
“Ya, ini sudah biasa di sini. Tidak ada rekomendasi. Hanya tambah Rp.5 ribu untuk satu jerigen,” ungkap salah seorang pengisi jerigen di SPBU Taratak yang tidak mau disebutkan namanya.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis BBM Khusus Penugasan, yakni produk pertalite, bahwa penjualan pertalite di luar kendaraan bermotor, harus didukung surat rekomendasi dari pemerintah daerah setempat, pembelinya jelas seperti masyarakat yang berprofesi sebagai petani.
Namun, di SPBU Taratak, Kecamatan Sutera hal tersebut tidak diindahkan. Bahkan, seakan-akan tindakan SPBU Taratak seperti sudah dilegalkan.
“Ya, sudah biasa. Tidak perlu surat. Untuk satu jerigen cukup tambah Rp.5 ribu pada petugas,” ujarnya lagi.
Terpisah, Manager SPBU Taratak, Andri mengakui, pelanggaran aturan dalam penyaluran BBM kepada masyarakat di SPBU itu guna membantu masyarakat. Sebab, dilapangan masyarakat masih banyak yang belum mengerti.
“Masyarakat wak masih banyak yg awam. Di Baco aturan yang abg kecekkan tadi ndak manarimo nyo do,” ungkapnya dalam bahasa daerah setempat saat dikonfirmasi awak media
Dikutip dari Antara, PT Pertamina menegaskan, pihaknya tidak akan segan-segan memberikan sanksi tegas terhadap SPBU yang terbukti melakukan pelanggaran, khususnya terkait penyaluran produk BBM subsidi maupun yang merupakan penugasan dari pemerintah, seperti pertalite.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis BBM Khusus Penugasan, yakni produk pertalite telah ditetapkan sebagai JBKP sejak 1 Januari 2022, kuota, dan pendistribusian diatur pemerintah.
Penjualan pertalite hanya dikhususkan kepada konsumen akhir, yakni kendaraan bermotor, kecuali bagi masyarakat yang berprofesi sebagai petani dengan didukung surat rekomendasi dari pemerintah daerah setempat.
Untuk menjaga penyaluran produk JBKP pertalite tepat sasaran, maka Pertamina melarang pembelian maupun penjualan pertalite dengan jerigen maupun mobil dengan tangki BBM modifikasi untuk diperjualbelikan kembali agar penyaluran tepat sasaran.
Karena melanggar aturan penyaluran, papar dia, maka SPBU 4359318 (Bacin) tidak lagi menerima pasokan produk pertalite pada 25 Juni – 8 Juli 2022. Namun demikian SPBU tersebut tetap menyediakan produk BBM jenis gasoline lainnya, yaitu pertamax dan pertamax turbo.
“Kami berharap sanksi ini bisa memberikan efek jera, baik kepada SPBU tersebut maupun SPBU lainnya agar dapat menjaga amanah yang diberikan pemerintah maupun Pertamina dalam menyalurkan produk BBM penugasan maupun subsidi agar penyaluran tepat sasaran,” ujar Manager Communication, Relations, and Corporate Social Responsibility (CSR) Regional Jawa Bagian Tengah PT Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho dikutip Antara.
Bagi konsumen yang hendak membeli pertalite, kata dia, maka masih ada tiga SPBU terdekat. Di antaranya SPBU 4458104 (Peganjaran) di Jalan Lingkar Utara berjarak 1,87 kilometer, SPBU di Jalan Jenderal Sudirman yang berjarak 2,68 kilometer, dan SPBU satunya berjarak 2 km.
Brasto mengajak masyarakat maupun konsumen mendukung penyaluran produk pertalite tepat sasaran, salah satunya dengan menggunakan produk BBM berkualitas sesuai dengan jenis kendaraan.
Apabila masyarakat menemukan praktik yang terindikasi melanggar aturan, papar dia, dipersilakan melapor dan menginformasikan kepada aparat penegak hukum ataupun Pertamina melalui Pertamina call center nomor 135.
Penyalahgunaan BBM bersubsidi ini di atur dalam UU Migas No.22 tahun 2021 pasal 55. Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
Pewarta : Topit Marliandi
Editor : Heri Suprianto