JAKARTA|Matasumbar.com –
Sejarah mencatat bahwa lahirnya Dewan Pers kemerdekaan, adalah awal perjuangan Pers Reformis yang menginginkan adanya perubahan yaitu Reformasi.
Reformasi bertujuan untuk mengembalikan akal sehat dari “absolutisme” dan “otoriterianisme” kekuasaan tanpa batas, sekaligus para pejuang Pers Reformis hingga dibubarkannya *Departemen Penerangan* Republik indonesia.
Mengingat lembaga ini dinilai sebagai simbol kekuasaan Orde -Baru, Berperan eksekutor untuk memarjinalisasi dan pencabut nyawa media melalui ” *SIUPP* ” atau yang dikenal Surat Ijin Usaha Penerbitan PERS.
“SIUPP” inilah yang membuat paranoid bagi pers tanah air, karena para umat mengkritik, penguasa tak-tik hingga Pers tak berkutik. Dengan dalil telah terbukti adanya negara.
demikian, hal itu tidak dapat disangkal bahwa keberadaan Dewan Pers eksistensinya sudah ada sejak zaman orde-lama. Dewan Pers pertama kali terbentuk pada tahun 1966 melalui Undang-undang No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers. Fungsi dari Dewan Pers saat itu adalah sebagai terompet dan suara pembenaran Pemerintah, hingga di era orde baru, Dewan Pers di bawah kendali departemen penerangan RI saat itu.
Lahirnya Majelis Pers Independen yang di prakarsai oleh 26 organisasi kewartawanan yang dipelopori dan dimotori oleh *Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI ) * yang lahir dari rahim Reformasi tanggal 22 Mei 1998. adalah *tonggak sejarah pergerakan Pers Nasional* sebagai lokomotif demokrasi yang memperjuangkan dan menghasilkan Kemerdekaan Pers seperti yang saat ini kita rasakan..
sepatutnya umat Pers syukur dan terima kasih atas jasa-jasanya 26 Organisasi wartawan, para pejuang Pers Reformis yang memiliki intuisi yang sama. yaitu, senasib dan seperjuangan dengan semangat ” *Pers perjuangan dan Pers perlawanan* “.Perjuangan terhadap Hak asasi “Natural Righs” ..dan Perlawanan terhadap ketidakadilan, kejahatan dan kemiskinan..
*Kemerdekaan Pers* yang kita rasakan saat ini, hasil dari segelintir organisasi wartawan sepanjang sejarah pers nasional, wujud tabiatnya tetap hidup di bawah bayangan penguasa. Apalagi ada upaya pengaburan sejarah kemerdekaan pers ” The Politic Of Denial” yaitu politk penyangkalan atau tepatnya peniadaan terhadap masyarakat, seolah olah kemerdekaan pers ini diraih dari hasil perjuangannya. “Buruk Muka, Cermin DIbelah” yaitu menari-nari dipanggung orang lain, dan menyanyi-nyanyi di atas perjuangan orang lain.
Atas perjuangan Ke 26 perjuangan untuk membuat RUU Pers.sebagai “aturan permainan” yaitu kitab suci umat Pers alias payung Hukum yang mengatur tentang kebijakan secara rinci dan transparan mengenai format penetapan Dewan Pers.
Diharapkan akan menjawab Persoalan-Persoalan terkait delik dan sengketa terhadap Pers nasional, sebagai wujud pengejawantahan amanah UU No 40 thn 1999 tentang Pers.
Peran KWRI bersama 26 organisasi wartawan ” *Majelis Pers”* juga telah memberikan banyak positif, salah satunya telah meratifikasi Kode Etik Wartwan Indonesia (KEWI) menjadi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta memberikan dukungan dan eksistensi terhadap Dewan Pers Independen.
Karena Dewan Pers bayi yang perlu diberi nutrisi dan diajari agar kelak dewasa menjadi cerdas dan mencerdaskan, berguna untuk bangsa dan negara bukan menjadi “Malin Kundang” anak durhaka yang tidak lupa ibu yang melahirkannya yaitu Majelis Pers sebagai lahir rahim Reformasi.
kegigihan, semangat juang yang tiada adanya perubahan wajah Pers Nasional yang berintegritas, bermartabat, independen dan lepas dari campur tangan pihak asing dan pihak manapun adalah nadi dan nafasnya.
Bukan hanya itu, Majelis Pers Independen juga adalah yang pertama kali mengagendakan, dan mengusulkan adanya Dewan Pers Independen. Sebagai amanah UU No 40 tentang Pers, mengingat dalam UU No 40 thn 1999 tentang Pers, secara eksplisit dijelaskan “akan dibentuk Dewan Pers Independen” karena didalam UU Pers No. 40 Thn 1999 Tentang Pers, disebutkan, tidak ada satu pasalpun, baik dalam Bab ketentuan umum, bahwa keberadaan Dewan Pers termaktub dalam undang-undang Pers tersebut, dan keberadaan Dewan Pers bersifat Ad Hoc, artinya diluar UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.
Hingga akhirnya terbentuklah Dewan Pers Independen walaupun sangat jarang kita dengar apalagi digunakan kalimat “independennya”, ?
Pertama kali diera Reformasi Dewan Pers Independen yang dipimpin oleh Atma kusuma tokoh Pers 3 zaman, yang kemudian dilanjutkan oleh Prof Ichlasul Amal seorang akademisi.
sejak dewan pers dinakhodai Prof. Banyak umat Pers dimeja hijaukan, duduk di bangku pesakitan hingga beberapa wartawan merenggang nyawa dalam Sel tralis karena sebuah berita, seperti yang dialami Muhamad Yusuf wartawan kemajuan.
Seiringnya waktu dan fenomena Pers sampai sekarang ini kurang kondusif dengan gambaran ketidak adilan, kepastian hukum yang carut marut dan keselamatan kita hingga keselamatan umat pers .
Defisit akal sehat nasional oleh kecurigaan, dan ketidakadilan, kemiskinan dengan jelas dan terang benderang menyilaukan mata
lebih dari Pers saat ini yang seharusnya sebagai mata bahtin Rakyat, sudah keluar dari tujuan utamanya yang diemban sebagai alat pemersatu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
faktanya kita sadari bersama, Pers sudah terkotak-kotakan oleh yang tidak punya otak, dan saat ini sudah menjadi “Pers panca warna, bukan lagi Pers PANCASILA dan MERAH PUTIH” ada Pers merah, kuning, hijau, Biru dilangit yang abu-abu..
Bukan rahasia lagi dimana para penguasa dan pengusaha Pers yang juga didominasi para politikus yang terjadi di atas kepentingan politik dan golongan.
Sejauh mana intergritas dan independensi Dewan Pers diuji dan dipertaruhkan, apakah Dewan Pers Independen punya nyali dan sebagai penjaga moral dan etika Pers, atau sebaliknya menjadi terbawa arus oleh politikus rakus atau jongos penguasa yang mengarahkan S1K dan pengusahanya saja.
Apakah hingga rakyat menjadi korban perselingkuhan informasi, tidak mencerdaskan, sesat dan menyesatkan, baik fitnah, Sara, Provokatif, dan Hoax tak mampu mereduksinya hingga mandul dikebiri.
Banyak sebagian para pimpinan organisasi pelaku sejarah kemerdekaan Pers yang merasa prihatin dan pilu atas wajah Pers Nasional saat ini.
menjamin kemerdekaan Pers yang sudah diperjuangkan ini, apalagi sikap Dewan Pers Independen yang menggunakan Politik belah bambu, yang diangkat dan yang satu diinjak, atau pilih-pilih tebu dengan dalil memonopoli kebenaran atas nama pengungkit dan legislasi organisasi Pers maupun media atau dengan modus UKW yang dimonopoli organisasi tertentu.
Sadar atau dengan tujuan yang sadar harus kita sadari bersama, memang jujur bahwa kemerdekaan Pers saat ini dirasa sudah dibajak oleh penguasa dan pengusaha Pers dzolim dan para wartawan yang menganut mitos-mitos sesat, yang berfikir super-body, untouchable tidak dapat diambil oleh Hukum yang syahwatnya hanya mencari-cari kesalahan orang lain, sebagai alat posisi tawar untuk mendapatkan fullus. “ngga dikasih fullus bisa mangfuss”.
Ironinya yang mengklaim dirinya wartawan juga tanpa disiplin ilmu jurnalis yang benar, dengan “Bim salabim..Abra kadabra” maka sekejab jadilah wartawan-wartawan “ *muntaber* ” dengan beberapa ID Pers yang terus disaku hingga dileher, yaitu para wartawan yang muncul tanpa berita , memualkan mengocok isi perut sampai pening kepala.
Ada juga wartawan ngga karbitan yaitu matang sebelum waktunya alias “tapek bonyok” beritanya “hanya asem-asem aja, ada manis manisnya” kecuali ada siraman jasmani senang hati lalu dapat piti
Tentu kita sebagai Pers harapan besar dibawah kepemimpinan Prof.Dr H Azyumaedi azra.Dewan Pers menjadi lembaga yang mampu mengayomi dan membina umat Pers dan menjaga marwah kemerdekaan Pers yang independen dan bermartabat.
Tentu disinilah Majelis Pers mengingatkan ” *Jasmerah* ” untuk tidak melupakan sejarah dalam kesadaran dan kebebasan Pers dengan tanpa pandang, mengembalikan akal sehat bagi umat Pers yang belum waras, namun tersesat di jalan yang ramai yaitu jalan yang penuh dengan kebahagiaan, riak-riak fokus menari-nari dan bernyanyi dipanggung Politik ditahun Politik yang penuh dengan intrik, yang seharusnya Pers hanya berpolitik dan harus tahu dan memahami Problem solvingnya.
Kemerdekaan Pers masih menjamin lahirnya Pers-Pers yang baik kinerjanya, sebagaiman sistem demokrasi di tanah air kita, tidak menjamin tegaknya keadilan, keadilan dan hak asasi, memang karena Hitam-Putih Republik ini dapat tergambar melalui Pers.
Salam Hormat untuk umat Pers, sekaligus meminta maaf apabila mengusik ketidak nyamanan dan perasaan.
Penulis: Ozzy Sulaiman Sudiro (Ketum KWRI & Sekjen Majelis Pers).
Pewarta : Bonar Surya