PADANG,MataSumbar.com – Terkait pengajuan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Wakil Bupati Mentawai bersama DPRD lakukan Audensi dengan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) bertempat di Aula Kantor Gubernur, Kamis 3 September 2020.
RTRW Kabupaten memiliki acuan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang atau pengembangan wilayah dan juga acuan sebagai lokasi investasi dalam wilayah Kabupaten.
Banyak hal yang dibahas dalam audiensi tersebut, terutama terkait dengan kebijakan-kebijakan tentang fasilitas umum dan daerah pemukiman yang masih terdapat di pinggir pantai agar dapat dipindahkan ke tempat yang lebih aman. Untuk hal ini Kabupaten Kepulauan Mentawai butuh perubahan ruang dalam mewujudkan pembangunan daerah yang aman.
Sementara persoalan tentang sertifikasi tanah yang masih banyak terhambat, disebabkan lokasi pembangunan masih berada di kawasan hutan produksi dan hutan lindung.
82 % Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai sampai saat ini masih merupakan kawasan hutan negara. Untuk itu Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai mengajukan perubahan atau revisi RTRW di Provinsi Sumateta Barat.
Wakil Bupati Mentawai, Kortanius Sabeleake mengatakan bahwa revisi RTRW ini sangat penting, karena hal utama dari pada sebuah pembangunan dan pengembangan daerah adalah sebuah RTRW.
“Revisi ini bertujuan agar tidak ada pembangunan yang bertentangan dengan RTRW yang ada” kata Kortanius.
Wabup mengatakan bahwa di daerah Mentawai terdapat potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar jika dilakukan revisi, banyak wilayah yang tidak masuk di dalam peta. Ini harus dipetakan kembali, dimana saja wilayah yang benar-benar kawasan hutan negara, dan mana kawasan Area Penggunaan Lain (APL) atau pemukiman penduduk.
“Kami sangat berharap dukungan dari provinsi terkait revisi RTRW ini”, ujarnya.
Menjawab persoalan pembagian sertifikat tanah melalui program ptsl bagi masyarakat yang direlokasi dengan bantuan huntap pasca tsunami 2010, mentawai belum bisa berbuat banyak, karena lokasinya masih merupakan kawasan hutan produksi”, ungkap Wabup menambahkan keterangannya.
Dia menyebut di Mentawai seperti di Dusun Masokut, Kecamatan Sipora Selatan dan Dusun Muara Taikako, Kecamatan Sikakap masih banyak yang belum menerima sertifikat tanah hunian tetap (huntap) melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Sedangkan masyarakat tersebut direlokasi pasca tsunami 2010 lalu.
“Wilayah lokasi perumahan huntap berada di kawasan hutan produksi, otomatis tidak bisa masuk dalam program PTSL sebelum RTRW mentawai direvisi”, ulasnya.
Sementara itu Wabup Kortanius menyampaikan bahwa seringnya tumpang tindih pemanfaatan pola ruang wilayah daerah disebabkan karena sempitnya ruang pengelolaan daerah. Padahal 95-98 % penduduk Mentawai merupakan petani, dan hampir semua perkebunan tersebut berada di kawasan hutan produksi.
“Sesuai dengan kesepakatan kami dengan DPRD dan pemda dengan menghitungkan kebutuhan daerah, kami mencoba mengusulkan perubahan tata ruang kabupaten kepulauan mentawai dengan 25 % dari total hutan yang ada untuk dapat dijadikan holding zone”, imbuh Kortanius.
Anggota DPRD Mentawai, Rasyidin mengatakan bahwa perda RTRW yang merupakan salah satu Ranperda ini, harus melaksanakan audiensi dengan pemerintahan diatasnya.
“Perda RTRW merupakan salah satu ranperda yang harus dikonsultasikan dengan pemerintahan yang diatasnya”, ucap Rasyidin kepada matasumbar.com, Jumat 4 September 2020.
Dia mengatakan, soal RTRW ini tidak putus ditingkat kabupaten saja, tapi harus melalui evaluasi pemerintah yang diatas, dalam hal ini pemprov sumbar.
Disela wawancara, anggota dewan mengatakan rasa kekecewaannya terhadap Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno yang menghadiri audiensi sembari main handphone.
“Saya sangat kecewa dengan gubernur yang menyikapi audiesi sambil main handphone, jauh-jauh kami datang dari mentawai ke padang dan dengan biaya besar lo”, ungkap politisi paratai Hanura yang akrab disapa dengan Pak Haji menyampaikan kekesalannya.
Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno mengatakan bahwa ada beberapa hal yang harus dilewati untuk menyelesaikan persoalan di daerah, termasuk untuk melakukan perubahan RTRW.
“Untuk menyelesaikan ini tidak mutlak keputusannya oleh daerah, tapi juga berkaitan dengan dengan pemerintah pusat, diantaranya menteri kehutanan dan lingkungan hidup yang memiliki kewenangan untuk mengubah alih fungsi hutan dan kita bisa mengajukan usulan melalui dinas kehutanan”, ujarnya.(03/09)
Mengusulkan perubahan tersebut ada tiga tingkatan kewenangan yang harus dilalui, yaitu kewenangan kabupaten, kewenangan provinsi dan kewenangan pusat.
“Secara prinsip, pemprov sumbar setuju terhadap usulan perubahan RTRW, namun karena ini menyangkut kebijakan pusat kita akan segera mengurusnya dengan dinas terkait”, sebut Irwan Prayitno.
Gubernur menjelaskan wilayah daratan yang ada di Mentawai sangat sempit. Hanya 18 % yang bukan merupakan kawasan hutan negara dari total daratan Mentawai yang bisa dimanfaatkan. 82 % daratan yang ada di Mentawai merupakan kawasan hutan negara dan tidak bisa dimanfaatkan untuk pembangunan dan pengembangan daerah.
Dalam penyusunan revisi RTRW, tentu akan sangat membutuhkan data yang valid dari pemerintah kabupaten kepulauan Mentawai. Maka dari itu sangat diharapkan dukungan data dalam tahapan pelaksanaan penyusunan revisi RTRW ini.
“Kalau di provinsi kita setuju dan tidak akan lama, kita hanya memfasilitasi dalam bentuk surat-menyurat”,ulas Gubernur menerangkan.
Menurut pengalaman yang ada kita juga pernah beberapa kali melakukan perubahan RTRW, bahkan saat ini pun kita di pusat tinggal 1 tahap lagi dari sekian banyak tahap perubahan”, tuturnya.
“Untuk itu kekuatan kita agar lancar dan sukses dalam pengajuan revisi ini, hal yang utama adalah data yang kuat, baik data pertimbangan ekonomi masyarakat dan daerah, dan data pertumbuhan kesejahteraan harus kuat untuk berargumentasi kepada pemerintah pusat’ tukasnya.
Pewarta : Jeje
Editor : Heri Suprianto