Oleh : Ketua DPC KWRI Tanah Datar, Bonar Surua Winata,S,Sos
Semenjak era Reformasi pada tahun 1998′ atau 24 tahun yang lalu, begitu juga banyaknya bermunculan perusahaan media dan makin bertambahnya para wartawan ataupun jurnalis. Bahkan dalam pelaksanaan peliputan dilapangan wartawan penuh dengan tantangan, untuk mencari kebenaran dan keakuratan sebuah berita.
Dalam mencari sebuah berita yang akurat wartawan perlu jujur, creative, ulet serta sabar dalam menelusuri informasi kepada nara sumber, yang jelas dalam sebuah peristiwa yang sedang berkembang dilapangan. Untuk ditulis dan dituangkan dalam sebuah berita
Sejak era reformasi 1998 atau 24 tahun silam sudah sangat banyak perubahan kearah perbaikan dilakukan pemerintah dan para aktivis reformasi dibidang penegakan Hukum, Pers, Politik, Sosial Budaya dan Kemanusiaan dan ekonomi. Namun, prakteknya secara jujur dan bertanggungjawab belum tentu melahirkan rasa keadilan ditengah masyarakat itulah perubahan yang terjadi. Terkadang hukum bukan untuk Keadilan, Politik dan Kebebasan hanya jadi alat penguasa.
Kebebasan dibangun, namun para pengkritik reformasi dibidang Hukum, ekonomi, Sosial Budaya dan Kemanusiaan dan lain sebagainya ditahan penguasa menggunakan aparat penegak Hukum, tanpa alasan pelanggaran Hukum secara jelas.
Dan puluhan para aktivis senior Indonesia ditahan penguasa. Bahkan ada oknum masyarakat Pers yang terlibat melakukan pembenaran, bukan kebenaran. Dan menyiarkan berulang kali, dan terkesan membela kepentingan penguasa, konglomerat, bukan kebenaran.
Disini penulis berharap rekan Wartawan (Para Jurnalist), KWRI Tanah Datar “jangan lah jadi pesuruh pejabat, konglomerat walaupun dibayar mahal” dan janganlah menanggalkan Kemerdekaan Pers dari kepala anda sendiri.
Memang benar secara demokrasi anda berhak menanggalkannya, tanpa mengindahkan pendapat pihak lain, baik lisan maupun tertulis, agamis dan hukum adat setiap daerah.
Kita sama mengetahui setiap warga Negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Penulis sangat menyadari sepenuhnya, bahwa tulisan ini banyak tidak disukai pihak terutama para aktivis Pers.
Bahkan kepada penulis tulisan ini, para pihak menyatakan keberatan atas tulisan ini, mereka berpendapat “bak menepuk air didulang, yang basah muka dan dada sendiri. Itu juga benar adanya. Namun, bagi penulis yang bergelimang didunia Wartawan (Jurnalist),, menyatakan keharusan untuk sebuah perubahan, bukan kebencian atau suka tidak suka.
Karena kebebasan berorganisasi, berkumpul, berserikat, telah diatur dalam UUD 1945 dan Pancasila. Dalam UUD 1945 Pasal 27 dan 28 (F), jelas dan terang tentang hak dan kewajiban setiap warga Negara, jadi tak ada salahnya, demi perbaikkan kedepan “menepuk air didulang, harus dilakukan” dengan kata lain untuk mengubah paradigma berfikir. Kearah yang lebih positif.
Disebabkan kebebasan yang disandang masyarakat Pers, dinilai banyak pihak luar biasa, berbeda dengan kebebasan yang dimiliki masyarakat umum. Bagi warga Negara yang menekuni (memilih) profesi Wartawan (Jurnalist), dianggap orang yang mampu, membedakan “mana yang benar dan mana yang salah” dan tidak sekali-kali menggunakan profesi dan kehebatannya sebagai alat mencari keuntungan pribadi.
Jika sudah memilih dunia Wartawan (Jurnalist), “jangan bermimpi jadi orang kaya, apa lagi memaksakan diri untuk mendapatkan sesuatu dengan cara memberikan tekanan atau menakut-nakuti pihak lain” dalam suatu persoalan atau perkara.
Wartawan, hanya merekonstruksi ulang sebuah peristiwa, dengan mendengar, melihat, mencatat, memotret, dan mencatat keterangan semua pihak yang diduga terlibat dalam suatu peristiwa.
Serta memberikan hak yang setara dalam mencatat, mengembangkan informasi, memberi hak atas informasi pada semua pihak, dan menghargai hak asasi manusia (HAM), harus disajikan masyarakat Pers Wartawan, (Journalist) yang ditugaskan redaksinya kelapangan.
Tidak melakukan keberpihakan pada pihak tertentu, keberpihakan Wartawan hanya pada kebenaran, bukan pada pihak yang membayar, apa lagi “jadi pesuruh pejabat, Konglomerat walaupun dibayar mahal.”
Kenapa sorotan ini lebih dominan pada masyarakat Pers ?, karena Pers dianggap pihak yang paling bebas mengembangkan kebebasan, bahkan sering disebut sebagai “pilar keempat dalam demokrasi” adalah sebuah kekuatan dalam bernegara dibidang pengembangan kebebasan demokrasi dan informasi.
Kemerdekaan Pers dan kebebasan yang bertanggungjawab, diamanatkan dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Wartawan Indonesia. Dalam KEJ, ada 11 poin yang harus menjadi pedoman (etika pers), dalam melakukan kegiatan Jurnalistik.
Dan terhadap pejabat Negara ataupun daerah, masyarakat, swasta dan perorangan harus berani membangun keterbukaan kepada masyarakat dan masyarakat Pers. Guna membangun keseimbangan dalam penyajian informasi pada masyarakat, sehingga hak semua pihak dapat dibaca secara terbuka bagi kepentingan publik.
Kenapa banyak oknum pejabat Negara ataupun daerah yang tertutup bahkan menyembunyikan informasi yang harus menjadi hak public, seperti penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Demikian halnya dengan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD), ataupun Anggaran Dana Desa (ADD), persoalannya tak lain, adanya dugaan penyalahgunaan anggaran yang dapat merugikan kepentingan masyarakat yang lebih besar.
Disinilah profesi Wartawan (Jurnalist), sebagai orang terdepan dalam mengemban amanat Kemerdekaan Pers yang bertanggungjawab, jangan sampai “jadi pesuruh pejabat, konglomerat, kendati dibayar mahal”. Walaupun masih ada oknum-oknum Wartawan yang bermimpi menjadi orang kaya, lewat profesinya sangatlah keliru. Karena sejatinya profesi (pekerjaan Wartawan), tidak menjanjikan kekayaaan, terkecuali penerbit Pers (pengusaha) penerbitan Pers. Bukanlah Wartawan (Jurnalist).
Seharusnya, dengan tugas utama masyarakat Pers (Wartawan), menyampaikan kemajuan pembangunan disegala bidang, menyampaikan perkembangan Budaya, Seni, Hiburan dan serta Sosial Kontrol.
Jika Wartawan bermimpi jadi orang kaya harus memiliki usaha sendiri yang sah dan profesional. Bukan menggunakan profesi Jurnalistnya (Wartawan) sebagai alat mencari keuntungan pribadi, kelompok dan individu. Apa lagi menakut-nakuti orang yang tengah bermasalah dan menghadapi masalah.
Penulis berharap kepada rekan-rekan dari Komite Wartawan Reformasi Indonesia ( KWRI) Tanah Datar untuk menjaga marwah pers, sesuai dengan pesan dan amanat KWRI yang merupakan pers perlawan dan jangan sampai menjadi pesuruh dari pejabat, konglomerat untuk mencari keuntungan pribadi walaupun dibayar mahal. tetaplah sebagai control sosial demi kemajuan Daerah.