Oleh : Ketua DPW Pekat IB Sumbar (Ir. Afrizal Djunit)
Dalam rangka memperingati dan mengenang lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Dewan Pimpinan Wilayah Pekat IB Sumatera Barat berkomitmen untuk terus memberikan sumbangsih terhadap Kesatuan dan Persatuan Bangsa.
Ormas Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (Pekat IB) juga konsisten untuk terus bekerjasama dengan segenap lapisan masyarakat untuk terus menjaga dan meningkatkan Persatuan dan Kesatuan Indonesia.
Ketua DPW Pekat IB Sumbar, Ir. Afrizal Djunit menyebutkan, dalam sejarah para pencetus sumpah pemuda 1928 banyak juga yang berasal dari daerah Sumatera Barat, salah satunya tokoh terkenal yang merupakan putra asli Talawi Sawahlunto Sumatera Barat yakni Muhammad Yamin.
Kesadaran akan pentingnya sebuah Persatuan dalam mencapai sebuah tujuan sebagai Bangsa yang Merdeka, berdaulat dan terlepas dari Kekuasaan Penjajah telah muncul di lingkungan kaum muda terpelajar di Indonesia.
Sebuah bentuk pemikiran yang di motori para pemuda yang telah belajar dan telah memahami bahwa sejarah perjuangan yang bersifat kedaerahan atau kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia sebelumnya tidak berhasil mencapai kemerdekaannya dikarenakan bangsa kita masih terpecah atau tidak terikat dalam sebuah persatuan.
Para Pemuda yang aktif dalam pergerakan kemerdekaan yang dimulai sejak lahirnya Syarikat Boedi Oetomo tahun 1908. Pergerakan yang bersifat organisasi masyarakat tersebut telah menumbuhkan kesadaran KeIndonesiaan terus berkembang sampai ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dan terus bergulir sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Ketum DPP Pekat IB, H. Markoni Koto menyampaikan sepintas sejarah sumpah pemuda menjadi bukti perjuangan pemuda dalam mengupayakan dan menghantarkan kemerdekaan yang telah berlangsung sebelum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Momen-momen awal yang menandai bergeraknya kaum pemuda adalah dengan munculnya berbagai organisasi yang dibentuk oleh kalangan muda.
Salah satunya adalah Perhimpunan Indonesia yang dibentuk pada tahun 1908. Organisasi ini masih sebatas perkumpulan mahasiswa Hindia yang belajar di Belanda. Setelah para mahasiswa kembali ke Tanah Air, mereka turut berperan penting dalam kemerdekaan Indonesia.
Para pemuda ini mulai menyadari akan tujuan bersama dan mengurangi perpecahan karena perbedaan suku bangsa dan agama.
Beberapa tokoh besar diketahui pernah menjadi anggota, seperti Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) pada
1913. Kemudian, organisasi pemuda lain yang lahir adalah Tri Koro Darmo.
Perkumpulan ini didirikan oleh seseorang bernama Satiman yang menjadi motor pergerakan pemuda. Organisasi ini merupakan wadah awal perhimpunan pemuda dan perkumpulan pelajar yang berdiri pada 7 Maret 1915.
Sesuai namanya, organisasi ini memiliki tiga tujuan yakni sakti, bukti, dan bakti. Mereka yang tergabung dalam Tri Koro Darmo menginginkan sebuah perubahan dari cara pandang pemuda dan kondisi yang terjadi di Nusantara saat itu. Akan tetapi, karena adanya desakan dari berbagai pihak, nama organisasi akhirnya berubah menjadi Jong Java.
Di Jong Java, seluruh pemuda baik dari Jawa, Madura, Bali, hingga Lombok dapat bergabung dengan gerakan ini. Dalam buku 45 Tahun Sumpah Pemuda (1974) yang diterbitkan oleh Museum Sumpah Pemuda, dituliskan, setelah Jong Java bermunculan banyak organisasi pemuda.
Organisasi-organisasi itu masih bersifat kesukuan, seperti Jong Batak, Jong Minahasa, dan Jong Celebes. Ada pula Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islaminten Bon, Pemuda Kaum Betawi, Pemuda Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dan masih banyak lainnya.
Adapun peristiwa penting lain dalam sejarah pergerakan pemuda adalah kala mereka menyatukan tekadnya dalam sebuah momentum yang hingga kini dikenal dengan nama Kongres Pemuda I pada 30 April hingga 2 Mei 1926.
Saat itu, para kaum muda mulai menyadari bahwa perjuangan mereka membutuhkan persatuan dari semua unsur. Kongres ini melahirkan gagasan penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Salah satu tokoh yang mengemukakan gagasan tersebut adalah Muhammad Yamin yang kala itu aktif dan memimpin organisasi Jong Sumatranen Bond. Melalui pidatonya, Kemungkinan Bahasa-bahasa dan Kesusastraan di Masa Mendatang, Yamin “menyodorkan” bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Hits: 136